Latest Posts

Banner SBMI


Read More

Golput Dalam Pemilu Didominasi Buruh Migran

Pemilu 2014

SBMI JATIM, Tulungagung - Buruh Migran menjadi kelompok yang paling banyak memilih Golput dalam pemilu legislatif kemarin. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur menyebut fenomena ketidakhadiran ribuan pemilih dalam Pemilu Legislatif, 9 April lalu lebih banyak didominasi buruh migran Indonesia.

Ketua KPU Tulungagung, Suprihno, Selasa, mengatakan banyaknya warga Tulungagung yang bekerja ke luar negeri maupun luar kota menyebabkan target partisipasi pemilih sebesar 80 persen sulit dipenuhi.

"Ini memang menjadi kendala tersendiri karena seperti diketahui, masyarakat di Tulungagung banyak yang bekerja di luar negeri," tutur Suprihno.

Padahal sesuai perundang-undangan pemilu, lanjut dia, pemilih yang tidak pindah ataupun mengajukan pindah alamat dan tempat tinggal ke daerah lain, tetap terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap) Pemilu.

Kondisi serupa terjadi pada kelompok pemilih yang bekerja di perantauan (luar kota), dan tidak pulang saat coblosan berlangsung pada 9 April.

Menilik dari daftar ajuan formulir A-5 atau surat keterangan mencoblos/memilih di daerah lain (di luar TPS asal), Suprihno menyebut jumlahnya sangat minim.

"Faktanya yang meminta A-5, hanya beberapa orang saja, sehingga praktis mereka (buruh migran dan pekerja luar kota) tidak menggunakan hak pilih," jelasnya.

Tidak ada data resmi jumlah pemilih di Tulungagung yang saat ini bekerja di luar negeri sebagai TKI ataupun merantau ke luar kota, seperti Surabaya, Bali, Jakarta, maupun daerah-daerah lain di luar Jawa.

Namun mengacu data estimasi Dinsosnakertran Kabupaten Tulungagung, jumlah buruh migran yang berangkat secara legal maupun ilegal ke luar negeri diperkirakan mencapai puluhan ribu orang.

Daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu di Kabupaten Tulungagung tercatat sebanyak 849.652 pemilih.

Dari jumlah itu, sebagaimana hasil rekapitulasi akhir tingkat kabupaten, Senin (21/4), angka partisipasi tercatat sebanyak 75,4 persen.

Meski sedikit meleset dari target awal (80 persen), Suprihno mengklaim angka partisipasi pemilih dalam Pemilu Legislatif 2014 jauh lebih tinggi dibanding saat Pilkada (pemilihan bupati) dan Pilgub Jatim 2013 yang hanya berkisar antara 61-62 persen.

"Angka partisipasi masyarakat dalam pemilu kali ini juga lebih baik dibanding pileg 2009 yang saat itu tercatat mencapai 72 persen," bandingnya. (analisadaily)
Leave a Comment Read More

Tentang SBMI

Mayday 2014

Visi
Meningkatnya harkat, martabat, dan kesejahteraan buruh migran Indonesia.

Misi
Memperjuangkan terwujudnya klas buruh migran Indonesia yang mandiri, kritis, dan sejahtera berdasarkan nilai-nilai kerakyatan.

Sejarah SBMI
Migrasi paksa yang terjadi pada Buruh Migran Indonesia secara terang benderang jelas merupakan tindakan pragmatis rezim komprador atas nama pembangunan. Industrialisasi dan revolusi hijau merupakan dua proyek besar kapitalis yang mendorong terjadinya kesenjangan ekonomi dan ketidakmerataan pendapatan antara kelas buruh dan pemilik modal. Pedesaan menjadi area kronis yang harus menanggung beban dan dampak terburuk dari proyek besar eksploitasi sumber daya alam Indonesia. Rencana pembangunan industrialisasi nasional yang rapuh justru merampas lahan-lahan pertanian produktif, sementara revolusi hijau meminggirkan para petani menjadi buruh tani dan akhirnya menjadi buruh migran yang dipaksa bekerja di luar negeri tanpa perlindungan sejati dari negara. Perusahaan-perusahaan multi nasional yang merupakan pemilik modal memonopoli sistem perdagangan dan mengkondisikan Indonesia sebagai pasar yang sanagt rakus atas monopoli produk perdagangan global. Akibatnya terjadi penggusuran paksa, perampasan tanah dan kekerasan terhadap rakyat di pedesaan. Penyempitan lahan kerja dan penghilangan subsidi pertanian merupakan kebijakan kapitalis untuk menghancurkan industri agraria Indonesia dan menjadi pengimpor terbesar hasil-hasil produk negara-negara kaya di dunia. Semakin menurunya jumlah peluang kerja yang bisa dibuat oleh rezim komprador SBY Budiono sejalan dengan langkanya peluang kerja dan rendahnya tingkat upah riil mendorong terjadinya arus migrasi paksa pekerja Indonesia ke luar negeri. 

Pada saat ini diperkirakan jumlah buruh migran Indonesia (BMI) di luar negeri sedikitnya sudah mencapai angka lebih dari 9 juta orang. Selain bekerja di sektor domestik sebagai pekerja rumah tangga (PRT) juga cukup besar bekerja di sektor perkebunan, konstruksi, manufaktur, kesehatan dan pelaut. Semuanya dalam kategori buruh rendahan (operator). 

Berdasar basis sosialnya, sebagian besar BMI berasal dari pedesaan dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah atas hak-haknya sebagai buruh. Kondisi ini terus semakin menjauhkan buruh Indonesia dari akses atas haknya sebagai pekerja dan warga negara dan memperbesar kerentanan buruh terus tertindas dan dieksploitasi. Buruh Migran Indonesia (BMI) terus mengalami diskriminasi seperti jaman kolonialis dimanapun tempatnya bekerja. Di dalam negeri Buruh hanya dipandang sebagai komoditi dan warga negara kelas budak. BMI mendapatkan perlakuan yang diskriminatif mulai dari saat perekrutan, di penampungan, pemberangkatan mapun saat kepulangan. Bandara dan semua pelabuhan merupakan wujud nyata dari bentuk diskriminasi terhadap BMI dan anggota keluarganya yang mendiskreditkan buruh migran dengan warga negara lainnya. 

Jelas Undang-undang yang hanya berorientasi pada penempatan menjadi cara rakus rezim SBY Budiono yang menjadi pemicu maraknya permasalahan yang menimpa BMI. Begitupun hingga saat ini tidak ada data resmi dari rezim pemerintah di negeri ini mengenai jumlah rakyatnya yang dikirim bekerja di luar negeri, tidak ada data resmi jumlah buruh migran yang menjadi korban PHK sepihak, tidak dibayar upahnya, bahkan ditraffiking, diseludupkan, mendapat ancaman hukuman mati, luka, cacat bahkan tewas saat bekerja, mendapat kekerasan fisik dan psikis, diperkosa hilang kontak puluhan tahun dan yang paling tragis diperbudak selama bekerja diluar negeri. 

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) adalah antitesis dari kondisi buruk Indonesia yang terus menjadi sasaran eksploitasi sistem kapitalistik dunia. Sebagaimana watak gerakan buruh maka kaum migran yang merupakan buruh haruslah membangun organisasi massanya. SBMI yang dirintis sejak tahun 2000 kemudisan membentuk FOBMI (Federasi Organisasi Buruh Migran Indonesia) yang didirikan pada tanggal 25 Februari 2003. Dan selanjutnya sebagai refleksi atas gerakan perlawanan kelas semakin memperjelas diri sebagai organisasi massa, pada Kongres II FOBMI tanggal 29 Juni 2005 organisasi ini merubah namanya menjadi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).

Catatan Perjalanan SBMI
Awalnya meluaskan jaringan anggota SBMI di basis dengan membentuk organisasi-organisasi komunitas buruh migran diberbagai wilayah di Indonesia. 
Selain membangun pos-pos pengaduan, SBMI juga menjalani taktik aksinya lewat pemantauan kasus di kantong-kantong basis buruh migran, wilayah transit dan negara-negara tujuan penempatan Buruh Migran Indonesia.

Bekerja sama dengan banyak pihak terutama organisasi berbasis massa menyelenggarakan pendidikan tentang organisasi berbasis hak buruh migran dan anggota keluarganya.

Terus melakukan tekanan lewat aksi-aksi ekstra parlementer ke pemerintah dan legislatif untuk mendesak penolakan terhadap UU No. 39/2004 tentang PPTKILN, desakan ratifikasi konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak PRT, perda dan perdes serta mendesak dimasukkannya mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan kerja buruh migran lewat pengadilan perburuhan serta mendesak adanya agreement/perjanjian antara Indonesia dengan negara-negara tujuan bekerja, juga lewat hearing, rountable discussion, Rapat Dengar Pendapat Umum, lobying, dan informal meeting. 

Bersama dengan banyak pihak terutama serikat buruh dan organisasi massa rakyat lainnya menangani musibah-musibah massal yang dialami buruh migran seperti bencana alam, pendeportasian massal karena tidak berdokumen atau dampak perang.

Bersama dengan banyak pihak pernah mengajukan gugatan Citizen Law Zuit terhadap Negara atas kegagalannya melindungi warganya pada Kasus Tragedi Nunukan. Gugatan diterima pada putusan sela majelis hakim PN Jakpus pada bulan Mei 2003 dan dimenangkan oleh majelis hakim pada tanggal 8 Desember 2003.

Menjalankan berbagai aksi kampanye massif berkaitan dengan anti perdagangan manusia (traficking) dan penyeludupan manusia pada tahun 2003.

Pernah mencoba melakukan aksi kampanye berbasis radio komunitas untuk penyebaran informasi masalah dan hak-hak buruh migran di daerah-daerah basis. 
Melakukan pendidikan dan pelatihan di basis SBMI lewat Pendidikan Kepemimpinan dan Training Advokasi kasus dan kebijakan.

Melakukan pemantauan dan menangani korban deportasi bersama jaringan dalam berbagai Koalisi dan front hingga sekarang.

Menyediakan shelter bagi buruh migran dan keluarganya yang lagi mengahadapi masalah hubungan kerja juga karena dideportasi maupun korban kekerasan dan menangani kasusnya hingga tuntas.

Pernah memproduksi berbagai media kampanye yang dilakukan bersama pihak lain yang konsern dan peduli pada isu buruh migran.

Melakukan penguatan terhadap korban pelanggaran HAM.

Melakukan kampanye tentang perlindungan buruh migran baik di dalam maupun luar negeri.

Membangun jaringan yang kuat lintas serikat buruh baik di dalam maupun di luar negeri.

Mengikuti pertemuan-pertemenuan regional dan international tentang perburuhan.

Bekerjasama dengan banyak organisasi internasional untuk penguatan kapasitas pimpinan organisasi basis SBMI.

Leave a Comment Read More

Buruh Jatim Terus Diperbudak, Golput Di Luar Negeri Tetap Tinggi



SBMI JATIM, Surabaya - Hal-hal yang sudah menjadi rahasia umum, perlindungan BMI berbeda dengan isi kontrak kerja. Ketika Perusahaan pengirim BMI terus merekrut sebanyak mungkin BMI dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, kontrak kerjanya hanya bagus sebatas hitam di atas putih. Tetapi ketika BMI sudah sampai di negara penempatan, kondisinya jauh dari apa yang seharusnya tercantum dalam perjanjian kerja. 

“Hak-hak Buruh Migran baik itu upah, tunjangan bahkan hari libur tidak sesuai dengan apa yang tertulis di kontrak kerja. Bisa dikatakan bahwa tidak ada jaminan yang bisa digunakan BMI akan menerima semua haknya. Semua negara tujuan tidak menjamin hak buruh Indonesia untuk dipenuhi",   tegas Anis Sadah Ketua DPW SBMI Jatim di bilangan Simo Surabaya.

BMI di Arab Saudi yang berada di kolong jalan tol kondisinya sangat memprihatinkan. BMI yang punya seorang anak yang sudah enam bulan tinggal di pengungsian ada yang sakit dan akhirnya meninggal. Sementara kasus penembakan yang terus terjadi terhadap BMI di Malaysia, jasadnya menjadi kejadian rutin tahunan yang terus dipulangkan ke NTB (Nusa Tenggara Barat).

“Semua kasus, tidak bisa dilihat satu per satu. Tetapi secara keseluruhan, semua kasus hampir sama, yaitu tidak ada perlindungan sejati dari pemerintah Indonesia dan pemerintah negara tujuan terhadap buruh Indonesia yang dikirim bekerja ke luar negeri. Buruh terus diperbudak dan tanpa perlindungan, jangan salahkan Golput adalah sikap perlawanan kami," simpul Pokemon kepada Meja Hijau.com saat Munas SBMI di Bogor.”

Pengusaha Sibuk Bercaleg
Dari situasi Pemilu Legislatif kemarin kami mendapati banyak pemilik perusahaan pengirim Buruh ke luar negeri di Jawa Timur ikut pemilu tapi anehnya tidak bisa memberi keterangan terkait update dengan kasus-kasus buruh di luar negeri.

“Saya sedang sibuk kampanye Caleg (calon legislatif) di Pekalongan (Jateng), belum bisa kasih komentar,” ujar Marlinda Irwanti mengatakan kepada media. 

Disaat yang lain Marlinda mengaku sedang berada di bandara untuk melanjutkan kampanyenya, “Saya nggak bisa bicara di pesawat, lain kali saja ya.”
Leave a Comment Read More

SBMI Jatim May Day di Jakarta

May Day 2014


SBMI JATIM, Jakarta - Paska Musyawarah Nasional SBMI di Bogor dari tanggal 28 - 30 April 2014, SBMI Jatim ikut dalam aksi Mayday 2014 bersama Sekber Buruh dan Komite Politik Alternatif.

Suasana gemuruh barisan merah menyambut meriah barisan putih SBMI yang berjalan penuh semangat ke titik star di Komisi Pemilihan Umum. Tepuk tangan menyambut kedatangan barisan kecil kami dan kemudian melakukan orasi di depan KPU.

Sebelumnya kami sempat melakukan juga kampanye di bundaran Hotel Indonesia.

Berikutnya kami sampaikan pernyataan Sekber Buruh Bersama Komite Politik Alternatif berkaitan dengan perayaan May Day tahun 2014. 

-------------------------------------------------------------------------------------

SEKBER BURUH BERSAMA KOMITE POLITIK ALTERNATIF

KAPITALISME TELAH GAGAL:
LAWAN PEMERINTAHAN BARU HASIL PEMILU BORJUASI 2014 
DAN BANGUN ALAT POLITIK ALTERNATIF

Sejak krisis yang dialami oleh Negara-negara barat (Uni Eropa dan Amerika) 7 tahun yang lalu, perbincangan, perdebatan soal krisis masih kita dengar lewat pewartaan berbagai media publik, bahkan sampai saat ini. Dengan berbagai cara pula, Negara-negara liberal terus mencari jalan keluar dari KRISIS tersebut. Berbagai pertemuan antar Negara di dunia terus diselenggarakan dengan semangat “GLOBALISASI”, seperti G-20, G-8, AC-FTA, KTT ASEAN, Nasional Summit dan sebagainya, telah menghantarkan Rakyat semesta pada satu keadaan dimana tidak ada lagi sekat dan batasan antar Negara. Namun, tujuan dari semua upaya itu adalah tidak lain untuk mempertahankan kekuasaan kelas PEMODAL yang sejatinya sebagai kelas minoritas dari hantaman krisis untuk terus menindas dan menghisap rakyat.

NEOLIBERALISME, adalah istilah yang tepat untuk menyimpulkan zaman ini. Dengan kebijakan Stuctural Ajusment Program (SAP) dan Pasar Bebas. SAP sebagai program “perbaikan ekonomi” mencakup perubahan dalam bidang ekonomi mikro dan ekonomi makro (seperti kebijakan fiskal, monetar dan pasar yang difasilitasi oleh kebijakan politik sebuah negara) sebagai pagu utama Neoliberalisme. Kebijakan-kebijakan Neo-Liberal pada prakteknya secara umum adalah : 1) Penerapan prinsip “pasar bebas” dalam perspektif ekonomi negara. Mengecilkan sampai menghilangkan peran negara dalam ekonomi 2) Memotong sampai menghapuskan subsidi. 3) Swastanisasi (privatisasi) BUMN 4) Menghapus konsep “barang-barang public” dan menggantinya dengan “tanggung jawab individual”.

Keselarasan rezim penguasa antek kaum modal (SBY-BOEDIONO) dalam menjalankan agenda-agenda liberalisasi yang sudah dimandatkan dalam konsolidasi klas pemodal dengan para penguasa dari tingkat nasional sampai tingkat lokal melalui Nasional Summit pada tahun 2009 lalu sesungguhnya telah memuluskan lahirnya kebijakan-kebijakan yang anti rakyat, atas dasar menjamin iklim investasi yang kondusif kini kaum pemodal semakin dipermudah untuk mencaplok tanah-tanah rakyat dengan di keluarkannya UU Pengadaan Tanah, pendidikan semakin di kapitalisasi dengan dikeluarkannya UU Perguruan Tinggi, menjual tenaga kerja produktif dengan menjalankan politik upah murah, mencabut subsidi publik dengan menaikan harga BBM dan TDL yang semakin mencekik kebutuhan kehidupan rakyat, merampok sumber daya alam dan kekayaan alam lainnya dengan program MP3EI (Masterplan Percepatan Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia) dan seterusnya yang sejatinya adalah upaya untuk menyelamatkan KRISIS KAPITALISME yang sampai detik ini masih belum terselamatkan.

Kemunculan perlawan rakyat tani dan buruh dalam 3 tahun terakhir ini, seperti; perjuangan kaum tani di sinyerang, mesuji, bima, ogan ilir sumsel dll, yang telah memakan korban jiwa dan dua kali gerakan kaum buruh melakukan pemogokan nasional dalam perjuangan normatifnya adalah merupakan efek balik dari pelaksanaan kebijakan-kebijakan anti rakyat tersebut. Rezim SBY tidak lain merupakan hasil pesta demokrasi borjuasi 2004 dan 2009 yang telah terbukti GAGAL.

Bahkan celakanya lagi, rezim SBY telah meletakan dasar bagi pemerintahan selanjutnya melalui pemilu 2014 yakni PASAR BEBAS. Integrasi pasar regional di kawasan ASEAN dengan open akses market yang nanti dilembagakan lewat MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) atau ASEAN Economic Community (AEC) akan berlangsung efektif per 31 Desember 2015. Dalam cetak biru MEA, ada 12 sektor prioritas nantinya yang akan diintegrasikan. Sektor tersebut terdiri dari tujuh sektor barang yakni industri agro, elektronik, otomotif, perikanan, industri berbasis karet, industri berbasis kayu, dan tekstil. Sisanya adalah lima sektor jasa yaitu transportasi udara, pelayanan kesehatan, pariwisata, logistik, serta industri teknologi informasi (e-Asean). Sektor ini nantinya akan diimplementasikan dalam bentuk pembebasan arus barang, jasa, investasi, dan juga tenaga kerja terampil. Bentuk kerja sama ini bertujuan agar terciptanya aliran bebas barang, jasa dan tenaga kerja terlatih, serta aliran investasi modal yang lebih bebas, disebut bebas karena 4 komponen tersebut (barang, jasa, tenaga kerja dan modal) baik yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri akan diperlakukan sama.

Kebijakan liberalisasi pasar bebas, terutama pasar tenaga kerja terlatih di kawasan ASEAN bukan saja menjadi ancaman nyata bagi mayoritas buruh Indonesia namun juga akan berdampak pada proses penyerapan lulusan sekolah tinggi dan sekolah menengah kejuruan bagi pemenuhan pasar tenaga kerja Industri Nasional, sebuah persaingan yang selama ini tidak terelakkan terjadi diantara para pencari kerja menjadi semakin menajam dengan diberlakukannya pasar tenaga kerja yang terintegrasi dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN nantinya. Jika kita bicara soal tenaga kerja terdidik dan terlatih, tentunya ia tidak akan terlepas dari jenjang pendidikan sebagai salah satu tolak ukurnya. Faktanya, berdasarkan data BPS pada Februari 2013, dari jumlah angkatan kerja sebanyak 121,19 juta sebagian besar didominasi lulusan SD kebawah sebanyak 56, 67 juta (46,7 %), SMP 22,1 juta (18.25%), SLTA 11,03 juta ( 9,10 %) Diploma 3,41 juta (2,81%) dan lulusan universitas 8,36 juta (6,90%). Bisa kita bayangkan dengan sedikitnya jumlah tenaga kerja terdidik dan terlatih di Indonesia yang akan bersaing di pasar tenaga kerja, tentunya hanya akan menghasilkan LEDAKAN PENGANGGURAN di Indonesia.

Belum lagi dengan persoalan-persoalan konkrit yang dihadapi rakyat Indonesia saat ini (khususnya kaum buruh), masih langgengnya POLITIK UPAH MURAH serta system kerja KONTRAK dan OUTSOURCING telah menjadikan kelas pekerja Indonesia sebagai kaum terhina, tertindas dan dilecehkan di negerinya sendiri. Kita masih melihat banyaknya fenomena perjuangan kaum buruh yang menuntut hak-haknya (seperti: status kerja, upah layak, jaminan sosial tenaga kerja dll), justru mendapatkan tindakan reaksioner dari pengusaha dengan mem-PHK dan merumahkan kaum buruh. Bahkan manifestasi dari liberalisasi ketenagakerjaan telah sampai pada Perusahaan BUMN yang juga menerapkan system kerja kontrak dan outsourcing.

Tahun 2014, sebagai tahun politik dimana pemilu 2014 yang sejatinya sebagai ajang pesta para elit dan perampok, juga memberikan pengaruh pada iklim investasi di Indonesia. Sebelum bergulirnya pemilu calon legislatif pada 9 april yang lalu, Indonesia sudah kebanjiran investasi hampir Rp 500 Triliun yang diprediksi akan terus bertambah di sektor industry, seperti industri otomotif, elektronik dan jasa selain sektor pertambangan (melalui penerapan UU Minerba pada tahun 2014). Terlihat jelas bagaimana kaum modal mengintervensi pesta demokrasi Indonesia untuk mendukung elit politik pada pemilu 2014. Bahkan Bank Dunia telah menyatakan, bahwa pemimpin Indonesia selanjutnya bertugas untuk menaikkan harga BBM dengan mencabut subsidi. Teranglah bagi kita, bahwa pemilu 2014 bukanlah pemilu yang hendak mengangkat harkat dan martabat rakyat Indonesia dari penderitaan dan kemiskinan, melainkan hanya sebagai proses formal sekali dalam 5 (lima) tahun. Siapapun dan apapun yang terpilih nantinya, hanya akan melanjutkan skema liberalisasi ekonomi Indonesia untuk diabdikan pada kepentingan modal untuk terus menindas rakyat.

Jika saja kita kembali melihat ke belakang, untuk melihat dengan teliti terhadap “political tracking” partai-partai politik borjuasi yang terlibat dalam pemilu nanti - berikut dengan elit-elit politiknya, dari partai yang sudah lama maupun partai yang baru, maka dapat kita lihat satu-persatu partai tersebut, dan dapat kita lihat sejumlah kebusukan dan pengkhianatan terhadap cita-cita Republik untuk “KESEJAHTERAAN SEJATI”. Sejumlah partai-partai peserta pemilu borjuasi ini; dari mulai partai penguasa DEMOKRAT, GOLKAR, PDIP, GERINDRA, PKS, PAN, NASDEM, PKB, PKPI, PPP, PBB dll. Adalah partai-partai borjuasi yang kemudian melahirkan bandit-bandit dan perampok-perampok handal yang selalu mengorbankan rakyat indonesia, kolaborasi tingkat tinggi antara partai borjuasi dengan rezim yang berkuasa dari setiap pemilu kepemilu berikutnya telah membentuk kekuasaan Elit yang kemudian gemar menggadaikan kekayaan alam kepada kekuatan modal swasta (internasional maupun nasional). Sudah tidak diragukan lagi, bahwa rezim yang selama ini berkuasa adalah rezim yang mewakili klas borjuasi yang senantiasa menghamba kepada sistem Kapitalisme-Neo Liberalisme.

Selanjutnya, hampir kesemua kader-kader partai borjuasi tersebut adalah para pelaku koruptor, para pelanggar HAM, para perampas tanah rakyat dan para pendukung politik upah murah yang sudah dapat dipastikan baik SIPIL maupun MILITER yang nantinya akan menjadi PRESIDEN Republik Indonesia melalui mekanisme PEMILU borjuasi 2014 ini, maka akan tetap melanggengkan program Liberalisasi (ACFTA 2015, G-20 2020) yang tentunya akan semakin menjerumuskan Bangsa Indonesia kedalam Tatanan Masyarakat yang KAPITALISTIK dengan cara-cara yang MILITERISTIK pula. Hal itu, terlihat jelas ketika Negara mengkondisikan penindasan dengan membuat banyak sekali UU anti demokrasi, seperti UU Intelijen, UU Penanggulangan Konflik Sosial (PKS), UU Keamanan Nasional, UU Ormas. Dimana UU tersebut memiliki dampak menghambat rakyat dalam menuntut kesejahteraan. Secara umum, nafas UU tersebut memuat makna dominan untuk membatasi HAM ketimbang mendorong kewajiban negara melindungi dan memberikan jaminan keamanan termasuk melindungi HAM. Selain itu, konflik yang terjadi banyak juga diakibatkan karena hak rakyat diambil alih paksa/diserobot oleh negara. Dengan adanya UU tersebut, rakyatlah yang sering kali ditimpakan/dianggap memicu konflik karena reaksinya (mempertahankan tanah/haknya), sehingga rakyatlah yang menjadi objek untuk dikenakan UU tersebut.

Sehingga kami dari SEKBER BURUH bersama KOMITE POLITIK ALTERNATIF dalam momentum May Day memiliki 4 posisi, yakni:

Pertama, PEMILU 2014 BUKAN PEMILU RAKYAT. Kesimpulan ini kami dasarkan pada kenyataan :

1. Tidak ada satu pun program politik alternatif yang pro rakyat yang diprogramkan oleh partai-partai berikut calon-calon yang tampil sebagai peserta PEMILU 2014. Kalaupun beberapa calon menjanjikan program ini dan itu, program ini tidak lebih dari sekedar ‘jualan’ karena tidak benar-benar mampu dijelaskan cara mencapainya. Ditambah pula dengan tidak berkapasitas nya partai-partai dan calon-calon tersebut dalam rekam jejak kepemimpinan untuk menjalankan program apapun yang mereka tawarkan.

2. Tidak ada satu pun metode politik alternatif kerakyatan yang dijalankan oleh para peserta PEMILU 2014 yang menempatkan rakyat sebagai penguasa dari calon-calon wakil dan pemimpin nya kedepan. Ini dibuktikan dengan tidak ada nya satu pun calon yang memberikan hak kepada rakyat untuk mengevaluasi sampai mencopot mereka.

3. Dua hal diatas bersumber dari tidak ada nya satu pun partai alternatif kerakyatan yang tampil sebagai peserta PEMILU 2014 karena dihambat oleh sistem dan aturan yang tidak demokratis. Sehingga PEMILU 2014 nanti dapat dikatakan sebagai PEMILU nya BORJUIS karena hanya diikuti oleh partai-partai bandit dan penipu yang meletakkan keberpihakannya bukan pada rakyat, melainkan pada modal. Oleh karena nya, siapa pun yang akan memenangkan pemilu nanti nya, mereka akan tetap menjalankan skema liberalisasi segala bidang dan eksploitasi yang memiskinkan rakyat. Dan untuk itu kami akan terus pula melawan hasil-hasil PEMILU 2014.

Kedua, Tetapi bukan berarti kami dan rakyat sudah tidak membutuhkan demokrasi dan pemilu sebagai ajang demokrasi. Justru karena demokrasi yang ada hari ini sangat jauh dari memadai, maka PEMILU 2014 kami yakini tidak akan menghasilkan perubahan apa-apa, justru hanya akan membersihkan borok-borok partai politik yang selama ini bekerja menindas dan memiskinkan rakyat.

Oleh karenanya, dibutuhkan suatu GERAKAN ALTERNATIF yang mendorong pembukaan ruang demokrasi seluas-luasnya bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam politik yang menempatkan rakyat sebagai penguasa dari nasib bangsa dan rakyat kedepan. Partisipasi ini tidak dapat dibatasi hanya dengan memilih calon-calon yang ada, melainkan membangun satu kesatuan POLITIK ALTERNATIF untuk MELAWAN PEMILU 2014 yang berarti MELAWAN SISTEM PEMILU 2014 dan PARTAI-PARTAI PEMILU 2014, demi lahir nya PARTAI ALTERNATIF dan hadirnya pemilu yang benar-benar demokratis.

Ketiga, Kehadiran partai alternatif nanti sekurang-kurangnya harus mengusung program-program alternatif kerakyatan bagi perubahan bangsa dan rakyat kedepan, yakni :

1. Nasionalisasi aset-aset strategis bangsa dibawah kontrol rakyat, demi pengadaan sumber-sumber keuangan negara dan kesejahteraan rakyat. Aset-aset ini berada di berbagai sektor yang semakin dimiliki oleh swasta dan asing seperti: kehutanan, kelautan, perkebunan, tambang mineral dan energi, telekomunikasi, perbankan, transportasi, pendidikan dan kesehatan.

2. Tangkap, adili dan sita kekayaan koruptor.

3. Industrialisasi nasional yang ramah lingkungan bagi kemandirian nasional dan pembukaan lapangan pekerjaan.

4. Penghapusan hutang

5. Reforma agraria sejati; yaitu melakukan tata kelola tanah dan sumber-sumber agraria yang modern dan berkeadilan.

6. Pemberlakuan upah layak nasional dan penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing serta membentuk Undang-Undang Perlindungan Buruh.

7. Pemberian subsidi bagi rakyat demi : [1]. Pendidikan, kesehatan dan air minum gratis. [2]. Pangan, energi, perumahan, transportasi dan komunikasi murah.

8. Penataan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan melalui partisipasi rakyat dan teknologi modern tepat guna.

9. Kesetaraan hak sosial, ekonomi, politik dan budaya terhadap perempuan

10. Pembukaan ruang demokrasi seluas-luasnya : [1]. Pencabutan seluruh UU anti-demokrasi, termasuk merubah sistem kepartaian dan pemilu menjadi partai dan pemilu yang demokratis. [2]. Kebebasan dan solidaritas untuk keberagaman suku, agama dan ras. [3]. Kebebasan berekspresi dan berkesenian bagi pembangunan kebudayaan kerakyatan.

11. Pengadilan rakyat untuk para koruptor dan pelanggar kejahatan kemanusiaan berat.

12. Hak referendum bagi rakyat untuk partisipasi dan kontrol kebijakan negara.

13. Pembentukan badan-badan musyawarah rakyat yang berfungsi mengawasi dan mengontrol penjalanan program-program tersebut diatas oleh pemerintahan terpilih.

Oleh Karena itu, kebutuhan mendesak gerakan rakyat yang anti terhadap pemerintahan Neo-Liberalisme saat ini adalah membangun kekuatan politik rakyat sebagai alat perjuangan politik bersama, namun Kebutuhan akan persatuan perjuangan serta meningkatkan kualitas perjuangan politik gerakan rakyat haruslah berlandaskan pada kekuatan rakyat itu sendiri (persekutuan ideologis kaum buruh, tani, miskin kota, mahasiswa, nelayan, dll). Tidaklah tepat pembangunan gerakan politik rakyat dengan menyandarkan taktik “mendompleng” kepada kekuatan partai politik borjuasi ataupun mendukung calon presiden yang populer pada pemilu borjuasi 2014 ini, adalah merupakan taktik yang keliru sekalipun hanya sebagai proses pembelajaran politik.

Keempat, membangun KONFEDERASI ALTERNATIF bagi gerakan buruh. Bahwa Konfederasi yang hari ini ada belum mampu menjadi pelopor perjuangan sejati bagi klas buruh bahkan mereka menjadi sekutu bagi elit borjuasi. Sehingga klas buruh yang sadar dan terus berlawan membutuhkan alat Konfederasi Alternatif yang berbeda dengan Konfederasi-konfederasi yang sudah ada. Konfederasi Alternatif ini dibangun secara nasional dengan menyatukan serikat-serikat, federasi-federasi, maupun konfederasi yang telah menginsafi bahwa perjuangan klas buruh tidak bergandengan tangan dengam elit-elit politik borjuasi, maka sudah barang tentu perjuangan klas buruh akan semakin besar dan kuat dalam menuntaskan persoalan-persoalan perburuhan.

Maka menjadi tugas sejarah bagi kita, MEMPERKUAT ORGANISASI dan MEMBANGUN PERSATUAN RAKYAT untuk menentukan TAKDIR dan NASIB kita sendiri sebagai Rakyat Indonesia yang terhina, diinjak dan dilecehkan di atas tanah air kita sendiri. Tanpa lelah terus mengupayakan pembangunan KONFEDERASI ALTERNATIF gerakan buruh, serta terus-menerus memperluas kesadaran Anggota dan segenap Rakyat, membangun ALAT POLITIK ALTERNATIF untuk mewujudkan PEMERINTAHAN TRANSISI di bawah kepemimpinan KELAS BURUH yang tidak akan pernah berkompromi atau bekerjasama dengan klas BORJUASI!!!

Sekber Buruh Bersama Komite Politik Alternatif:
FPBI (Federasi Perjuangan Buruh Indonesia), SGBN (Sentra Gerakan Buruh Nasional), GSPB (Gabungan Serikat Perjuangan Buruh), SPKAJ (Serikat Pekerja Kereta Api Jabodetabek), SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia),Frontjak (Front Transportasi Jakarta), PPI (Persatuan Perjuangan Indonesia), KPO-PRP (Kongres Politik Organisasi - Perjuangan Rakyat Pekerja), PPR (Partai Pembebasan Rakyat), SMI (Serikat Mahasiswa Indonesia),PEMBEBASAN (Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional), KPOP (Kesatuan Perjuangan Organisasi Pemuda), SGMK (Sentral Gerakan Muda Kerakyatan), SeBUMI (Serikat Kebudayaan Rakyat Indonesia),SPRI (Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia), LMND (Liga Mahasiswa Demokrat Indonesia), GMI (Gerakan Mahsiswa Indonesia), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), KPA (Konsorsium Pembaharuan Agraria), GRI (Gerakan Rakyat Indonesia)

Kontak:
085695026593 (Santoso), 089650544929 (Sultoni), 081219235552 (Ilham Syah), 081364578636 (Ramses), 085013310479 (Ata)
Leave a Comment Read More

Popular Posts

Recent Comments